Jumat, 15 Mei 2009

askep medikal bedah

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PENYAKIT ADDISON

I. KONSEP PENYAKIT

1. Definisi

- Penyakit Addison adalah suatu kelainan endokrin atau hormon yang terjadi pada semua kelompok umur dan menimpa pria – pria dan wanita – wanita sama rata. Penyakit di karakteristikan oleh kehilangan berat badan, kelemahan otot, kelelahan, tekanan darah rendah dan adakalanya penggelapan kulit pada kedua – duanya yaitu bagian – bagian tubuh yang terbuka dan tidak terbuka. (http:/www.total kesehatan nanda.com/Addison 4html)

- Penyakit Addison adalah penyakit yang terjadi akibat fungsi korteks tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormon – hormon korteks adrenal (soediman,1996)

- Penyakit Addison adalah lesi kelenjar primer karena penyakit destruktif atau atrofik, biasanya auto imun atau tuberkulosa (baroon, 1994)

- Penyakit Addison adalah terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan kebutuhan hormon – hormon korteks adrenal (keperawatan medical bedah, bruner, dan suddart edisi 8 hal 1325)

- Penyakit Addison adalah kekurangan partikal ssekresi hormon korteks adrenal. Keadaan seperti ini terlihat pada hipoado tironisme yang hanya mengenal zona glomeruluna dan sakresi aldosteron pada sindrom adrenogenetal dimana gangguan enzim menghambat sekresi steoid (Patofisiologi Edisi 2 Hal 296)

2. Etiologi

a. Tuberculosis

b. Histo plasmosis

c. Koksidiodomikosisd

d. Kriptokokissie

e. Pengangkatan kedua kelenjar adrenal

f. Kanker metastatik (Ca. Paru, Lambung, Payudara, Melanoma, Limfoma)

g. Adrenalitis auto imun

3. Manifestasi Klinik

a. Gejala awal : kelemahan, fatique, anoreksia, hausea, muntah, BB menurun, hipotensi, dan hipoglikemi.

b. Astenia (gejala cardinal) : pasien kelemahan yang berlebih

c. Hiperpiqmentasi : menghitam seperti perunggu, coklat seperti terkena sinar matahari, biasanya pada kulit buku jari, lutut, siku

d. Rambut pubis dan aksilaris berkurang pada perempuan

e. Hipotensi arterial (td : 80/50 mmHg/kurang)

f. Abnormalitas fungsi gastrointestinal

4. Patofisiologi

Terlampir

5. Komplikasi

a. Syok, (akibat dari infeksi akut atau penurunan asupan garam)

b. Kolaps sirkulasi

c. Dehidrasi

d. Hiperkalemiae

e. Sepsis

f. Ca. Paru

g. Diabetes melitus

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

- Penurunan konsentrasi glukosa dan natrium (hipoglikemia dan hiponatrium)

- Peningkatan konsentrasi kalium serum (hiperkalemia)

- Peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis)

- Penurunan kadar kortisol serum

- Kadar kortisol plasma rendah

b. Pemeriksaan radiografi abdominal menunjukan adanya klasifikasi diadrenal

c. CT Scan

Detektor klasifikasi adrenal dan pembesaran yang sensitive hubungannya dengan insufisiensi pada tuberculosis, infeksi, jamur, penyakit infiltrasi malignan dan non malignan dan hemoragik adrenal

d. Gambaran EKG

Tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non spesifik abnormal sekunder akibat adanya abnormalitas elektrolik

e. Tes stimulating ACTH

Cortisol adarah dan urin diukur sebelum dan setelah suatu bentuk sintetik dari ACTH diberikan dengan suntikan. Pada tes ACTH yang disebut pendek cepat. Penyukuran cortisol dalam darah di ulang 30 sampai 60 menit setelah suatu suntikan ACTH adalah suatu kenaikan tingkatan – tingkatan cortisol dalam darah dan urin.

f. Tes Stimulating CRH

Ketika respon pada tes pendek ACTH adalah abnormal, suatu tes stimulasi CRH “Panjang” diperlukan untuk menentukan penyebab dari ketidak cukupan adrenal. Pada tes ini, CRH sintetik di suntikkan secara intravena dan cortisol darah diukur sebelum dan 30, 60 ,90 dan 120 menit setelah suntikan. Pasien – pasien dengan ketidak cukupan adrenal seunder memp. Respon kekurangan cortisol namun tidak hadir / penundaan respon – respon ACTH. Ketidakhadiran respon – respon ACTH menunjuk pada pituitary sebagai penyebab ; suatu penundaan respon ACTH menunjukan pada hypothalamus sebagai penyebab.

7. Penatalaksanaan

a. Medik

1) Terapi dengan pemberian kortikostiroid setiap hari selama 2 sampai 4 minggu dosis 12,5 – 50 mg/hr

2) Hidrkortison (solu – cortef) disuntikan secara IV

3) Prednison (7,5 mg/hr) dalam dosis terbagi diberikan untuk terapi pengganti kortisol

4) Pemberian infus dekstrose 5% dalam larutan saline

5) Fludrukortison : 0,05 – 0,1 mg/hr diberikan per oral

b. Keperawatan

1) Pengukuran TTV

2) Memberikan rasa nyaman dengan mengatur / menyediakan waktu istirahat pasien

3) Meniempatkan pasien dalam posisi setengah duduk dengan kedua tungkai ditinggikan

4) Memberikan suplemen makanan dengan penambahan garam

5) Fallow up : mempertahankan berat badan, tekanan darah dan elektrolit yang normal disertai regresi gambaran klinis

6) Memantau kondisi pasien untuk mendeteksi tanda dan gejala yang menunjukan adanya krisis Addison.


PATOFISIOLOGI

Faktor etiologi

Auto imun (TB, Histoplasmosis, dll)


Destruksi kontek adrenal


Insufisiensi adrenal


Hormon kortisol menurun


Merangsang mineral bortikoid


Melanosit

GFR


Produksi uring meninggkat

Dueresis >>


Berlanjut oligori


Resiko Gx eliminasi uri

Insufisiensi primer adreno kortikal


Hiperpigmentasi


HDR


Tubulus mengalami gx reabsasi


Glukoneogenesis


Hipoglikemie


Suplai O2 berkurang


Metabolik anaerob


Enzim Hcl


Mual muntah

Anoreksia


Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan

ADDISON


Kekurangan aldosteron


Meningkatnya pembuangan Na


Meningkatnya K oleh ginjal


Sistem konduksi jantung


Kontraksi otot jantung lemah


Jantung tidak mampu memompa

Kontraksi otot jantung lemah


Jantung tidak mampu memompa


Hipotensi


Krisis Addison


Penurunan suplai darah ke organ vital (hepar, ginjal)


Kematian sel


Atropi


Diskontinuitas sistem konduksi spasme otot abdomen


Nyeri abdomen

Kelemahan otot


Intoleransi aktivitas


Defisit perawatan diri


Keseimbangan air dan garam terganggu


Turunnya volume cairan


Sirkulasi vaskuler


Kekurangan volume cairan

Penurunan suplai O2 ke otak


Gx perfusi cerebral


Pusing


Gx rasa nyaman

Hipofiseanterior


Hormon ganadotropin berkurang


Kelainan tanda sek sekunder


Rambut pubis berkurang


Libido berkurang


Kurang pengetahuan


Cemas


II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Identitas

Penyakit Addison bisa terjadi pada laki – laki maupun perempuan yang mengalami krisis adrenal

2. Keluhan Utama

Pada umumnya pasien mengeluh kelemahan, fatique, nausea dan muntah.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Perlu dikaji apakah klien pernah menderita tuberkulosis, hipoglikemia maupun ca paru, payudara dan limpama

4. Riwayat Penyakit Sekarang

Pada pasien dengan penyakit Addison gejala yang sering muncul ialah pada gejala awal : kelemahan, fatiquw, anoreksia, nausea, muntah, BB turun, hipotensi dan hipoglikemi, astenia (gejala cardinal). Pasien lemah yang berlebih, hiperpigmentasi, rambut pubis dan axila berkurang pada perempuan, hipotensi arterial (TD : 80/50 mm)

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah mengalami penyakit yang sama / penyakit autoimun yang lain.

6. Pemeriksaan Fisik ( Body Of System)

a. Sistem Pernapasan

I : Bentuk dada simetris, pergerakan dada cepat, adanya kontraksi otot bantu pernapasan (dispneu), terdapat pergerakan cuping hidung

P : Terdapat pergesekan dada tinggi

P : Resonan

A : Terdapat suara ronkhi, krekels pada keadaan infeksi

b. Sistem Cardiovaskuler

I : Ictus Cordis tidak tampak

P : Ictus cordis teraba pada ICS 5-6 mid clavikula line sinistra

P : Redup

A : Suara jantung melemah

c. Sistem Pencernaan

· Mulut dan tenggorokan : nafsu makan menurun, bibir kering

· Abdomen : I : Bentuk simetris

A: Bising usus meningkat

P : Nyeri tekan karena ada kram abdomen

P : Timpani

d. Sistem muskuluskeletal dan integumen

Ekstremitas atas : terdapat nyeri

Ekstremitas bawah : terdapat nyeri

Penurunan tonus otot

e. Sistem Endokrin

Destruksi kortek adrenal dapat dilihat dari foto abdomen, Lab. Diagnostik ACTH meningkat

Integumen à Turgor kulit jelek, membran mukosa kering, ekstremitas dingin,cyanosis, pucat, terjadi piperpigmentasi di bagian distal ekstremitas dan buku – buku pad ajari, siku dan mebran mukosa

f. Sistem Eliminasi Uri

Diuresis yang diikuti oliguria, perubahan frekuensi dan krakteristik urin

g. Eliminasi Alvi

Diare sampai terjadi konstipasi, kram abdomen

h. Sistem Neurosensori

Pusning, sinkope, gemetar, kelemahan otot, kesemutan terjadi disorientasi waktu, tempat, ruang (karena kadar natrium rendah), letargi, kelelahan mental, peka rangsangan, cemas, koma ( dalam keadaan krisis)

i. Nyeri / kenyamanan

Nyeri otot, kaku perut, nyeri kepala, nyeri tulang belakang, abdomen, ekstremitas

j. Keamanan

Tidak to0leran terhadap panas, cuaca udaha panas, penngkatan suhu, demam yang diikuti hipotermi (keadaan krisis)

k. Aktivitas / Istirahat

Lelah, nyeri / kelemahan pada otot terjadi perburukan setiap hari), tidak mampu beraktivitas / bekerja. Peningkatan denyut jantung / denyut nadi pada aktivitas yang minimal, penurunan kekuatan dan rentang gerak sendi.

l. Seksualitas

Adanya riwayat menopouse dini, aminore, hilangnya tanda – tanda seks sekunder (berkurang rambut – rambut pada tubuh terutama pada wanita) hilangnya libido

m. Integritas Ego

Adanya riwayat – riwayat fasctros stress yang baru dialami, termasuk sakit fisik atau pembedahan, ansietas, peka rangsang, depresi, emosi tidak stabil.

III. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Kekurangan volume cairan b/d kekurangan natrium dan kehilangan cairan melalui ginjal, kelenjar keringat, saluran GIT ( karena kekurangan aldosteron)

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake tidak adekuat (mual, muntah, anoreksia) defisiensi glukontikord

3. Intoleransi aktivitas b/d penurunan produksi metabolisme, ketidakseimbangan cairan elektrolit dan glukosa

4. Gangguan harga diri b/d perubahan dalam kemampuan fungsi, perubahan karakteristik tubuh

5. Anxietas b/d kurangnya pengetahuan

6. Defisit perawatan diri b/d kelamahan otot

7. Gx eliminasi uri b/d Gx reabsorbsi pada tubulus

IV. RENCANA KEPERAWATAN

a. Kekurangan volume cairan b/d ketidakseimbangan input dan output

Tujuan japen : kebutuhan cairan terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ± 4 jam

Tujuan japan : klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ± 7 jam

Kriteria hasil : - Pengeluaran urin adekuat (1 cc/kg BB/jam)

- TTV dbn N : 80 – 100 x/menit S : 36 – 37 oC TD : 120/80 mmHg

- Tekanan nadi perifer jelas kurang dari 3 detik

- Turgor kulit elastis

- Pengisian kapiler naik kurang dari 3 detik

- Membran mukosa lembab

- Warna kulit tidak pucat

- Rasa haus tidak ada

- BB ideal (TB 100) – 10% (TB – 100) – H

- Hasil lab

Ht : W = 37 – 47 %

L = 42 – 52 %

Ureum = 15 – 40 mg/dl

Natrium = 135 – 145 mEq/L

Calium = 3,3 – 5,0 mEq/L

Kretanium = 0,6 – 1,2 mg/dl

Intervensi

1) Pantau TTV, catat perubahan tekanan darah pada perubahan posisi, kekuatan dari nadi perifer

R/ Hipotensi pastoral merupakan bagian dari hiporolemia akibat kekurangan hormon aldosteron dan penurunan curah jantung sebagai akibat dari penurunan kolesterol

2) Ukur dan timbang BB klien

R/ Memberikan pikiran kebutuhan akan pengganti volume cairan dan keefektifan pengobatan, peningkatan BB yang cepat disebabkan oleh adanya retensi cairan dan natrium yang berhubungan dengan pengobatan strois

3) Kaji pasien mengenai rasa haus, kelelahan, nadi cepat, pengisian kapiler memanjang, turgor kulit jelek, membran mukosa kering, catat warna kulit dan temperaturnya

R/ mengidentifikasi adanya hipotermia dan mempengaruhi kebutuhan volume pengganti

4) Periksa adanya status mental dan sensori

R/ dihidrasi berat menurunkan curah jantung, berat dan perfusi jaringan terutama jaringan otak

5) Ouskultasi bising usus ( peristaltik khusus) catat dan laporan adanya mual muntah dan diare

R/ kerusakan fungsi saluran cerna dapat meningkatkan kehilangan cairan dan elektrolit dan mempengaruhi cara untuk pemberian cairan dan nutrisi

6) Berikan perawatan mulut secara teratur

R/ membantu menurunkan rasa tidak nyaman akibat dari dehidrasi dan mempertahankan kerusakan membrane mukosa

7) Berikan cairan oral diatas 300 cc/hr sesegera mungkin, sesuai dengan kemampuan kx

R/ adanya perbaikan pada saluran cerna dan kembalinya fungsi cairan cerna tersebut memungkinkan cairan dana elektrolit melalui oral

Kolaborasi

8) Berikan cairan, antara lain :

a) Cairan Na Cl 0,9 %

R/ mungkin kebutuhan cairan pengganti 4 – 6 liter, dengan pemberian cairan Na Cl 0,9 % melalui IV 500 – 1000 ml/jam, dapat mengatasi kekurangan natrium yang sudah terjadi

b) Larutan glukosa

R/ dapat menghilangkan hipovolemia

9) Berikan obat sesuai dosis

a) Kartison (ortone) / hidrokartison (cortef) 100 mg intravena setiap 6 jam untuk 24 jam

R/ dapat mengganti kekurangan kartison dalam tubuh dan meningkatkan reabsorbsi natrium sehingga dapat menurunkan kehilangan cairan dan mempertahankan curah jantung

b) Mineral kartikoid, flu dokortisan, deoksikortis 25 – 30 mg/hr peroral

R/ di mulai setelah pemberian dosis hidrokortisol yang tinggi yang telah mengakbatkan retensi garam berlebihan yang mengakibatkan gangguan tekanan darah dan gangguan elektrolit

10) Pasang / pertahankan kateter urin dan selang NGT sesuai indikasi

R/ dapat menfasilitasi pengukuran haluaran dengan akurat baik urin maupun lambung, berikan dekompresi lambung dan membatasi muntah

11) Pantau hasil laborat

a) Hematokrit ( Ht)

R/ peningkatan kadar Ht darah merupakan indikasi terjadinya hemokonsentrasi yang akan kembali normal sesuai dengan terjadinya dehidrasi pada tubuh

b) Ureum / kreatin

R/ peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah merupakan indikasi terjadinya kerusakan tingkat sel karena dehidrasi / tanda serangan gagal jantung

c) Natrium

R/ hiponatremia merupakan indikasi kehilangan melalui urin yang berlebihan katena gangguan reabsorbsi pada tubulus ginjal

d) Kalium

R/ penurunan kadar aldusteron mengakibatkan penurunan natrium dan air sementara itu kalium tertahan sehingga dapat menyebabkan hiperkalemia

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake tidak adekuat (mual, muntah, anoreksia) defisiensi glukortikoid

Tujuan Japan : klien dapat mempertahankan asupan nutrisi dan mengidentifikasi tanda – tanda perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan setelah dilakukan intervensi selama ± 3 x 24 jam

Tujuan Japen : kebutuhan nutrisi klien kembali adekuat setelah dilakukan tindakan intervensi japen selama ± 1 x 24 jam

Kriteria hasil :

- Tidak ada mual mutah

- BB ideal (TB-100)-10%(TB-100)

- Hb : W : 12 – 14 gr/dl

L : 13 – 16 gr/dl

Ht : W : 37 – 47 %

L : 42 – 52 %

Albumin : 3,5 – 4,7 g/dl

Glebulin : 2,4 – 3,7 g/dl

Bising Usus : 5 – 12 x/menit

- Nyeri kepala

- Kesadaran kompos mentis

- TTV dalam batas normal

(S : 36 – 372 oC)

(RR : 16 – 20 x/menit)

-

Intervensi

1) Auskultasi bising usus dan kaji apakah ada nyeri perut, mual muntah

R/ Kekurangan kartisol dapat me nyebabkan fejala intestinal berat yang mempengaruhi pencernaan dan absorpsi makanan

2) Catat adanya kulit yang dingin / basah, perubahan tingkat kesadaran, nagi yang cepat, nyeri kepala, sempoyongan

R/ Gejala hipoglikemia dengan timbulnya tanda tersebut mungkin perlu pemberian glukosa dan mengindikasikan pemberian tambahan glukokortikad

3) Pantau pemasukan makanan dan timbang BB tiap hati

R/ anoreksi, kelemahan, dan kehilangan pengaturan metbolisme oleh kartisol terhadap makanan dapat mengakibatkan penurunan berat badan dan terjadinya mal nutrisi

4) Berikan atau bantu perawatan mulut

R/ mulut yang bersih dapat meningkatkan nafsu makan

5) Berikan lingkungan yang nyaman untuk makan contoh bebas dari bau yang tidak sedap, tidak terlalu ramai

R/ Dapat meningkatkan nafsu makan dan memperbaiki pemasukan makanan

6) Pertahankan status puasa sesuai indikasi

R/ mengistirahatkan gastro interstinal, mengurangi rasa tidak enak

7) Berikan Glukosa intravensi dan obat – obatan sesuai indikasi seperti glukokortikoid

R/ memperbaiki hipoglikemi, memberi sumber energi pemberian glukokertikoid akan merangsang glukoogenesis, menurunkan penggunaan mukosa dan membantu penyimpanan glukosa sebagai glikogen

8) Pantau hasil lab seperti Hb, Hi

R/ anemia dapat terjadi akibat defisit nutrisi / pengenceran yang terjadi akibat reterisi cairan sehubungan dengan glukokortikoid.

c. Itoleransi aktivitas b/d penurunan O2 kejaringan otot kedalam metabolisme, ketidak seimbangan cairan elektrolit dan glukosa

Tujuan : aktivitas klien kembali adekuat setelah dilakukan tindakan keperawatan

Kriteria hasil : - menunjukan peningkatan klien dan partisipasi dalam aktivitas setelah dilakukan tindakan

- TTV N : 80 – 100 x/menit RR : 16 – 20 x/menit TD : 120/80 mmHg

Intervensi

1) Kaji tingkat kelemahan klien dan identifikasi aktivitas yang dapat dilakukan oleh klien

R/ pasien biasanya telah mengalami penurunan tenaga kelemahan otot, menjadi terus memburuk setiap hari karena proses penyakit dan munculnya ketidakseimbangan natrium kalium

2) Pantau TTV sebelum dan sesudah melakukan aktivitas

R/ kolapsnya sirkulasi dapat terjadi sebagai dari stress, aktivitas jika curah jantung berkurang

3) Sarana pasien untuk menentukan masa atau periode antara istirahat dan melakukan aktivitas

R/ mengurangi kelelahan dan menjaga ketenangan pada jantung


4) Diskusikan cara untuk menghemat tenaga misal : duduk lebih baik dari pada berdiri selama melakukan aktivitas

R/ pasien akan dapat melakukan aktivitas yang lebih banyak dengan mengurangi pengeluaran tenaga pada setiap kegiatan yang dilakukan

d. Gangguan harga diri b/d perubahan dalam kemampuan fungsi, perubahan karakteristik tubuh

Tujuan Japan : Individu dapat mengontrol dan mengidentifikasi tanda – tanda Gx harga diri

Tujuan japen : Harga diri klien kembali positif setelah dilakukan tindakan keperawatan

Kriteria hasil : - Menunjukan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi pada tubuhnya

- Dapat beradaptasi dengan orang lain

- Dapat mengungkapkan perasaannya tentang dirinya.

Intervensi

1) Dorongan pasien untuk mengungkapkan perasaan tentang keadaannya misal : perubahan penampilan dan peran

R/ Membantu mengevaluasi berapa banyak masalah yang dapat diubah oleh pasien

2) Sarankan pasien untuk melakukan manajemen stress misal :

- Teknik relaksasi

- Visualisasi

- Imaginasi

R/ Meminimalkan perasaan stress, frustasi, meningkatkan kemampuan koping.

3) Dorongan pasien untuk membuat pilihan guna berpartisipasi dalam penampilan diri sendiri

R/ dapat membantu meningkatkan kepercayaan diri, memperbaiki harga diri

4) Fokus pada perbaikan yang sedang terjadi dan pengobatan misal menurunkan pigmentasi kulit

R/ ungkapkan seperti ini dapat mengangkat semangat pasien dan meningkatkan harga diri pasien

5) Sarankan pasien untuk mengunjungi seseorang yang penyakitnya telah terkontrol dan gejalanya telah berkurang

R/ dapat menolong pasien untuk melihat hasil dari pengobatan yang telah dilakukan

6) Kolaborasi

Rujuk kepelayanan sosial konseling, dan kelompok pendukung sesuai pendukubg

R/ pendekatan secara koprehensif dapat membantu memnuhi kebutuhan pasien untuk memelihara tingkah laku pasien.


e. Nyeri akut b/d diskontinuitas sistem konduksi spasme otot abdomen

Tujuan Japan : Individu mampu mengidentifikasi tanda – tanda munculnya nyeri setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam

Tujuan japen : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ± 2 jam

Kriteria hasil : - Kx mengatakan nyeri berkurang

- Kx tidak menyeringai kesakitan

- TTV dalam batas normal

S : 36 – 372 oC

N : 80 – 100 x/menit

RR: 16 – 20 x/menit

Intervensi

1) Beri penjelasan pada klien tentang penyebab nyeri dan proses penyakit

R/ Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga, serta agar klien lebih kooperatif terhadap tindakan yang akan dilakukan

2) Kaji tanda – tanda adanya nyeri baik verbal maupun non verbal, catat lokasi, intensitas (skala 0 – 10) dan lamanya

R/ Bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri, menentukan pilihan intervensi, menentukan efektifitas terapi

3) Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi, seperti imajinasi, misal musik yang lembut, relaksasi

R/ Membantu untuk menfokuskan kembali perhatian dan membantu pasien untuk mengatasi nyeri / rasa tidak nyaman secara lebih efektif


4) Kolaborasi

Berikan obat analgetik dan atau analgetik sprei tenggorok sesuai dengan kebutuhannya.

R/ menurunkan nyeri dan rasa tidak nyaman, meningkatkan istirahat.

f. Cemas b/d kurangnya pengetahuan

Tujuan Japan : Klien mampu menerima kondisinya dan menyatakan bahwa Kx tidak cemas lagi.

Kriteria hasil : - Pasien akan menyatakan pemahaman, kebutuhan untuk mengatasi kurangnya percaya diri

- Px akan menunjukan pemahaman program medis dan gejala untuk dilaporkan ke dokter

- Pasien akan menunjukan perubahan poal hidup / perilaku untuk menurunkan terjadinya masalah

Intervensi

1) Bantu Px dalam membuat metode untuk menhindari atau mengubah episode stres, diskusi teknik relaksasi

R/ Penurunan stress dapat membatasi pengeluaran katekolamin oleh sistem saraf simatis, sehingga membatasi / mencegah respon vasokonstriksi

2) Diskusikan tujuan, dosis, efek samping obat

R/ Informasi perlu bagi pasien untuk mengikuti program terapi dan mengevaluasi keefektifan

3) Kaji skala anxietas

R/ Mengetahui derajad kecemasan Kx

4) Sarankan Px tetap menetapkan secara aktif, jadwal yang teratur dalam makan, tidur dan latihan

R/ Membantu meningkatkan perasaan menyenangkan sehat, dan untuk emmahami bahwa aktivitas fisik yag tidak teratur dapat meningkatkan kebutuhan hormon

5) Diskusikan perasaan pasien yang berhubungan dengan pemakaian obat untuk sepanjang kehidupan Px.

R/ Dengan mendiskusikan fakta – fakta tersebut dapat membantu Px untuk memasukkan perubahan perilaku yang perlu ke dalam gaya hidup

6) Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian anti depresan, diazepam

g. Gangguan eliminasi uri b/d Gx reabsorbsi

Tujuan Japan : eliminasi Kx adekuat setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam

Tujuan Japen : Elliminasi Kx adekuat setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 6 jam

Kriteria hasil : - Kx tidak lagi mengeluh Bak sedikit / kencing tidak lancar

Intervensi

1) Anjurkan pada Kx agar diet tinggi garam

R/ menambah retensi Na+

2) Anjurkan pada kx untuk minum banyak

R/ melancarkan aliran kencing lancar

3) Pemasangan kateter

R/ Agar kx dapat BAK dengan lancar

4) Obs. Input dan output

R/ Mengetahui keseimbangan cairan

5) Kolaborasi pemberian diuretik

R/ meningkatkan kerja ginjal untuk melancarkan BAK


DAFTAR PUSTAKA

Doenges Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : ECG

Http://wwww.total kesehatan nanca.com/Addison4.html

Price, Sylvia. 2005. patofisiologi. Edisi 6. Jakarta : EGC











ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KASUS KOLELITIASIS

I. Konsep Penyakit

a. Definisi

· Kolelitiasis adalah adanya kaku dalam kandung empedu. ( pedoman praktek keperawatan hal. 423 )

· Kolelitiasis adalah adanya pembentukan batu empedu. ( kamus kedokteran dorland )

· Kolelitiasis adalah adanya batu yang terdapat pada kantong empedu. ( Askep/bedah.blogspot.com/2008/08/Askep – dengan – cholelithiasis )

· Kolelitiasis adalah penyakit yang menunjukkan adanya batu empedu dalam kandung empedu. ( Novriani, Erni.2008. The Cemol Nurse.PSIK UNRI pekanbaru.diundo dari www.blogspot.com pada tanggal 11 oktober 2008)

II. Etiologi

a. Batu empedu dan kolesterol terjadi karena kenaikan sekresi kolesterol da penurunan produksi empedu.

Faktor lain yang berperan dalam pembentuka batu :

· Infeksi kandung empedu ( kolesistusis )

· Usia yang bertambah

· Obesitas

· Wanita

· Diabetes mellitus

· Kurang makan sayur

· Obat – obatan untuk menurunkan kadar serum kolesterol.

b. Batu pigmen empedu

· Batu pigmen hitam

· Batu pigmen coklat

c. Batu saluran empedu

III. Patifisiologi

Terlampir

IV. Manifestasi klinis

Gejal akut :

· Tanda :

o Epigastrum kanan terasa nyeri dan spasme

o Usaha inspirasi dalam waktu diraba pada kuadran kanan atas

o Kandung empedu membesar dan nyeri

o Icterus ringan

· Gejala :

o Rasa nyeri ( kolik empedu ) yang menetap.

o Mual dan muntah

o Febris (385 oC)

Gejala kronik :

· Tanda :

o Biasanya tak tampak gambaran pada abdomen

o Kadang terdapat nyeri di kuadran kanan atas

· Gejala :

o Rasa nyeri ( kolik empedu ) terdapat abdomen bagian atas ( mid epigastrum ) sifatnya terpusatdi epigastrum menyebar ke arah skapula kanan.

o Mual dan muntah

o Intoleransi dengan makanan berlemak

o Flatulensi

o Eruktasi ( bersendawa)

V. Komplikasi

· Kolesistasis akut

· Kolesistasis kronik

· Kolangitis

· Pankreatitis

· Perdarahan

· Ileus batu empedu

· Perforasi atau infeksi saluran – saluran.

VI. Pemeriksaan diagnostic

· Darah lengkap : leokositosis sedang ( akut )

· Bilirubin dan amylase serum meningkat

· Enzim hati serum AST ( SGOT ), ALT ( SGPT ), LDH agak meningkat alkalin fosfot dan s. nukleatidase ditandai dengan peningkatan bilier.

· Kadar protombin menurun bila aliran empedu dalam usus menurunkan absorpsi vitamin K

· Ultrason menyatakan kalkuvi, dan dietensi kandung empedu dan atau duktus empedu (sering merupakan prosedur diagnostik awal)

· Kovangioprankeatografi retrograd endoskopik memperlihatkan percabangan bilier dengan kranuvasi duktus oleh dukus melalui duodenung

· Kovangiografi transhepatik perkutanius perbedaan gambaran dengan flouroskopi antara penyakit kandung empedu dengan kanker pangkreas ( bila ikterik ada)

· Kolesisnogram ( untuk kolesis kritis kronik ) menyatakan batu pada system empedu.

· Skan CT dapat menyatakan kista kandung empedu dilatasi duktus empedu, dan membedakan antara ikterik obstruksi atau nonobstruksi

· Skan hati ( dengan zat radio aktif ) menunjukan obstruksi percabangan bilier.

· Foto abdomen (multi posisi) menyatakan gambaran radiologi (kalsifikasi) batu empedu, kalsifikasi dinding atau pembesaran kandung empedu

· Foto dada menunjukan pernafasan yang menyebabkan penyebaran nyeri

VII. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan nonbedah

- Lisis batu, pelarutan batu dengan menggunakan metal – butyl – eter.

- litotripsi pemecahan batu empedu dengan menggunakan gelombang kejut dari perangkat elektromagnetik yaitu ESWL

- pengobatan endoskopi

2. Penatalaksanaan bedah

- Kolesistektomi, jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun telah dilakukan perubahan pola makan, makan dianjurkan untuk menjalani pengangkatan kandung empedu.

- Dapat dilakukan secara operatif maupun laparoskopik.

- Kolesistektomi, laparoskopik, kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil didinding perut.

- Jenis pembedahan ini memiliki keuntungan :

1. mengurangi rasa tidak nyaman pasca pembedahan.

2. memperpendek masa perawatan di RS

3. Terapi farmakologi

1. meperidine

2. hidroklorid amil nitrit

3. atropine

4. vitamin K

5. 2 x 1 gr cefobid ( IU)

6. 1 x 2 cc vitamin B komplek ( IM )

7. 1 x 200 mg Vitamin C ( IV )


II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

i. Identitas

Kolelitiasis dapat dijumpai pada pria maupun wanita, tapi lebih sering pada wanita dengan perbandingan 1 : 4. hal ini dikarenakan beberapa fakta resiko pada wanita, yaitu usia lanjut, obesitas, diit tinggi lemak dan genetic.

ii. Keluhan Utama

Pada penderita kolelitiasis, klien mengeluh nyeri perut kanan atas, nyeri tidak menjalar/menetap, nyeri pada saat menarik nafas dan nyeri seperti ditusuk – tusuk.

B. RIWAYAT KESEHATAN

i. Riwayat Penyakit Dahulu

Perlu dikaji apakah klien pernah menderita kolelitiasis sebelumnya atau penyakit infeksi gastrointestinal seperti ileus paralitik, kolesistisis, penurunan berat badan drastis, sirosis hepatis.

ii. Riwayat Penyakit Sekarang

Penderita kolelitiasis biasanya mengeluh nyeri pada perut kanan atas, nyeri bila menarik nafas, mual dan muntah, panas (38.5oC), flatulensi, eruktasi ( bersendawa ), icterus ringan, serta terjadi pembesaran kantung empedu.

iii. Riwayat penyakit keluarga

Perlu dikaji apakah klien mempunyai penyakit keturunan seperti diabetes mellitus, hipertensi, anemia sel sabit.

C. Pemeriksaan body system

i. System Pernapasan

Inspeksi : Dada tampak simetris, pernapasan dangkal, klien tampak gelisah.

Palpasi : Vocal vremitus teraba merata.

Perkusi : Sonor.

Auskultasi : Tidak terdapat suara nafas tambahan ( ronchii, wheezing )

ii. System Kardiovaskuler

Terdapat takikardi dan diaforesis.

iii. Sistem Neurology

Tidak terdapat gangguan pada system neurology.

iv. System Pencernaan

Inspeksi : tampak ada distensi abdomen diperut kanan atas, klien mengeluh mual dan muntah.

Auskultasi : peristaltic ( 5 – 12 x/mnt) flatulensi.

Perkusi : adanya pembengkakan di abdomen atas/quadran kanan atas, nyeri tekan epigastrum.

Palpasi : hypertympani.

v. System Eliminasi

Warna urine lebih pekat dan warna feses seperti tanah liat.

vi. System integument

Terdapat icterik ringan dengan kulit berkeringat dan gatal.

vii. System muskuluskeletal

Terdapat kelemahan otot karena gangguan produksi ATP.

III. Diagnosa Keperawatan

1. nyeri berhubungan dengan proses inflamasi

2. gangguan pemenuham nutrisi berhubungan dengan mual muntah

3. gangguan pola tidur/istirahat berhubungan dengan iritasi peritonial.

4. gangguan keseimbangan berhubungan dengan reaksi inflamasi

5. resiko anemia berhubungan dengan kekurangan vitamin K

6. resiko dehidrasi berhubungan dengan mual muntah.

IV. Intervensi

1. nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi

tujuan : nyeri berkurang setrelah dilakukan tindakan keperwatan 1 x 24 jam.

kriteria hasil : keadaan umum normal

klien mengatakan nyerinya berkurang

wajah tampak rileks tidak lagi menyeringai keskitan.

Skala nyeri ( 1 – 3 )

Ttv dalam batas normal

Intervensi :

1. observasi dan catat lokasi, beratnya ( skala 0 – 10 ) dan karakter nyeri ( menetap, hilang timbul/kolik )

R/ membantu membedakan penyebab nyeri dan memberikan informasi tentang kemajuan/perbaikan penyakit, terjadinya komplikasi, dan keefektifan intervensi.

2. tingkatkan tirah baring, biarkan pasien melakukan posisi yang nyaman.

R/ tirah baring pada posisi fowler rendah meurunkan tekanan intra abdomen.

3. dorong menggunakan tehnik relaksasi, contoh bimbingan imajinasi, visualisasi, latihan nafas dalam.berikan aktivitas senggang.

R/meningkatkan istirahat, memusatkan kembali perhatian dapat meningkatkan koping.

4. berikan obat sesuai indikasi :

· antikolinergik, contoh atrophin propantelin(probantine)

R/menhilangkan reflek spasme/kontraksi otot halus dan membantu dalam manajemen nyeri.

· Sedative, contoh fenobarbitol.

R/ meningkatkan istirahat dan merilekskan otot halus, menhilangkan nyeri.

2. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan mual muntah

Tujuan : Pemenuhan nutrisi adekuat setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam

Kriteria hasil : - Klien menyebutkan penyebab mual/muntah

- Klien mengatakan mual/muntah berkurang

- Klien menunjukkan kemajuan mencapai berat badan ideal

- TTV dalam batas normal :

T : 110/60-130/90 mmHg n : 60-100 x/menit

S : 39-372 0C RR : 16-20 x/menit

BB : (TB-100) – 10% (TB-100)

Intervensi :

1. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang penyebab mual / muntah serta tindakan yang akan dilakukan

R/ meningkatkan pengetahuan klien tentang penyebab masalah serta mendorong klien agar lebih kooperatif terhadap tindakan yang akan dilakukan

2. Kaji distensi abdomen

R./ tanda nonverbal ketidaknyamanan b/d gangguan pencernaan

3. Hitung pemasukan kalori

R/ mengidentifikasi kekurangan / kelebihan kebutuhan nutrisi

3. Berikan suasana menyenangkan pada saat makan, hilangkan rangsangan berbau

R/ untuk meningkatkan nafsu makan / menurunkan mual

4. Berikan kebersihan oral sebelum makan

R/ mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan

5. Tawarkan minuman seduhan saat makan, bila toleran

R/ dapat mengurangi mual dan menghilangkan gas

6. Sajikan makanan dengan porsi sedikit tapi sering

R/ menurunkan frekuensi mual

7. Kolaborasi dengan ahli gizi / diet tentang pemberian diet rendah lemak

R/ pembatasan lemak menurunkan rangsangan pada kandung empedu dan nyeri sehubungan dengan tidak semua lemak dicerna dan berguna dalam mencegah kekambuhan

8. Kolaborasi dengan tim dokter tentang pemberian garam empedu ( Biliron : Zanchol, decholin) sesuai indikasi



1 komentar:

  1. Terimakasih untuk artikelnya, informasi yang bermanfaat.

    http://obattraditional.com/obat-tradisional-batu-empedu/

    BalasHapus